Tuesday, January 6, 2015

Tugas 3 ISB

     TUGAS 3
SOSIAL DAN BUDAYA FLORES
A.Pengenalan Wilayah Kota Flores
Flores berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Flores termasuk dalam gugusan Kepulauan Sunda Kecil bersama Bali dan NTB, dengan luas wilayah sekitar 14.300 km². Daerah ini termasuk daerah yang kering dengan curah hujan rendah, memiliki potensi bidang pertanian yang rendah. Meskipun potensi di bidang pertanian rendah, Flores memiliki potensi di bidang lain yang cukup menjanjikan. Tetapi sayang, tidak banyak yang tahu mengenai potensi tersebut. Potensi pariwisata dan budaya Flores dianggap akan dapat memakmurkan perekonomian daerah Flores.
Budaya Flores yang beraneka ragam juga dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Aneka tarian, lagu daerah, alat musik dan berbagai produk budaya lainnya merupakan kekayaan Flores yang menuntut warganya untuk selalu melestarikannya. Upacara-upacara adat yang unik juga dapat memberikan ciri khas bagi daerah Flores. Apabila potensi-potensi di bidang budaya ini dikembangkan, akan dapat memajukan dan meningkatkan perekonomian Flores di masa depan. Pembelajaran, pendalaman, pengembangan dan pelestarian terhadap budaya-budaya Flores harus mulai dilakukan sekarang, terutama oleh masyarakat
B.Bahasa
Suku flores di kenal dengan budaya bahasa yang sangat multi bahasanya, suku flores mempunyai beragam bahasa komunikasi sehari hari antar masyarakat yaitu salah satunya bahasa Werana, bahasa Rembong, bahasa Rajong, dan bahasa Manggarai Kuku.




C. SISTEM KEKERABATAN
Klen (Clan) sering juga disebut kerabat luas atau keluarga besar. Klen merupakan kesatuan keturunan (genealogis), kesatuan kepercayaan (religiomagis) dan kesatuan adat (tradisi). Klen adalah sistem sosial yang berdasarkan ikatan darah atau keturunan yang sama umumnya terjadi pada masyarakat unilateral.Pada Masyarakat Flores menganut klen atas dasar garis keturunan ayah (patrilineal) di mana klennya disebut Fam antara lain : Fernandes, Wangge, Da Costa, Leimena, Kleden, De- Rosari, Paeira.
Kelompok kekerabatan di Manggarai yang paling kecil dan yang berfungsi paling intensif sebagai kesatuan dalam kehidupan sehari-sehari di dalam rumah tangga atau di ladang dan kebun, adalah keluarga luas yang virilokal (kilo). Pada orang Ngada suatu keluarga luas virilokal serupa itu disebut sipopali
Sejumlah kilo biasanya merasakan diri terikat secara patrilineal sebagai keturunan dari seorang nenek moyang kira-kira lima sampai enam generasi ke atas. Suatu klen kecil atau minimal lineage memiliki beberapa nama lain, diManggarai disebut panga dan di Ngada disebut ilibhou.
Warga suatu panga atau ilibou tidak selau terikat oleh hubungan kekerabatan yang nyata. Hal itu karena sering sekali ada panga-panga atau ilibhou-ilibhou yang menjadi kecil, akibat kematian, manggabungkan diri dengan panga atau ilibhou yang lain. Suatu panga atau ilibhou dulu merupakan kesatuan dalam hal melakukan upacara-upacara berkabung atau upacara pembakaran mayat nenek moyang, atau upacara mendirikan batu tiang penghormatan roh nenek moyang. Sekarang kesatuan kekerabatan itu hampir tidak berfungsi lagi, kecuali sebagai pemberi nama kepada warga-warganya.
Panga dan ilibhou menjadi bagian dari klen-klen yang lebih besar, ialah wa’u di Manggarai dan woe di Ngada. Dulu wa’u an woe membanggakan diri akan adanya suatu complex unsur-unsur adat istiadat dan sistem upacara yang khas, yang saling pantang bagi yang lain, sedangkan banyak diantara wa’u-wa’u atau woe-woe yang terkenal ada yang memiliki lambang binatang atau totem yang mereka junjung tinggi. Sekarang sebagian besar dari unsur-unsur adat istiadat, upacara-upacara dan lambang-lambang totem yang khusus itu sudah hilang atau dilupakan
Masyarakat Ngada terdiri dari empat kesatuan adat (kelompok etnis) yang memiliki pelbagai tanda-tanda kesatuan yang berbeda. Kesatuan adat tersebut adalah : (1) Nagekeo, (2) Ngada, (3) Riung, (4) Soa. Masing-masing kesatuan adat mempertahankan ciri kekerabatannya dengan mendukung semacam tanda kesatuan mereka. Arti keluarga kekerabatan dalam masyarakat Ngada umumnya selain terdekat dalam bentuk keluarga inti Sao maka keluarga yang lebih luas satu simbol dalam pemersatu (satu Peo, satu Ngadhu, dan Bagha).
Ikatan nama membawa hak-hak dan kewajiban tertentu. Contoh setiap anggota kekerabatan dari kesatuan adat istiadat harus taat kepada kepala suku, terutama atas tanah. Setiap masyarakat pendukung mempunyai sebuah rumah pokok (rumah adat) dengan seorang yang mengepalai bagian pangkal Ngadhu ulu Sao Saka puu.
Suku Ngadha mengenal beberapa kelompok kekerabatan dari yang terkecil berupa keluarga inti sampai pada kelompok klen besar. Pembagian kelas pada struktur masyarakatnya hampir sama sebagaimana masyarakat lain di tanah air. Penggolongan suku Ngadha berdasarkan keluarga batih ( primary family ) yang terdiri dari ayah,ibu, anak-anak yang belum menikah disebut dengan sa"o.
Beberapa keluarga inti membentuk keluarga gabungan yang disebut sippopali. Sippopali (kesatuan keluarga) terdiri dari satu rumah pokok (sao puu) dan didampingi oleh rumah cabang (sao dhoro) yang berasal dari rumah pokok. Dikarenakan keterkaitan dengan sistem kekerabatan patrilineal, beberapa sippopali membentuk klen kecil (illibhou) dari klen besar yang dipimpin oleh seorang pemimpin dengan status ulu woe.
Pola pemukiman masyarakat baik di Ende maupun Lio umumnya pada mula dari keluarga batih/inti baba (bapak), ine (mama) dan ana (anak-anak) kemudian diperluas sesudah menikah maka anak laki-laki tetap bermukim di rumah induk ataupun sekitar rumah induk. Rumah sendiri umumnya secara tradisional terbuat dari bambu beratap daun rumbia maupun alang-alang.
Pada masyarakat manggarai, pembentukan keluarga batih terdiri dari bapak, mama dan anak-anak yang disebut Cak Kilo. Perluasan Cak Kilo membentuk klen kecil Kilo, kemudian klen sedang Panga dan klen besar Wau.
Beberapa istilah yang dikenal dalam sistem kekerabatan Manggarai antara lain Wae Tua (turunan dari kakak), Wae Koe (turunan dari adik), Ana Rona (turunan keluarga mama), Ana Wina (turunan keluarga saudara perempuan), Amang (saudara lelaki mama), Inang (saudara perempuan bapak), Ema Koe (adik dari bapak), Ema Tua (kakak dari bapak), Ende Koe (adik dari mama), Ende Tua (kakak dari mama), Ema (bapak), Ende (mama), Kae (kakak), Ase (adik), Nana (saudara lelaki), dan Enu (saudara wanita atau istri).



D.SISTEM KEMASYARAKATAN
Dalam masyarakat sub-sub suku bangsa di flores yang kuno ada suatu sistem strafikasi sosial kuno, yang terdiri dari tiga lapisan. Dasar dari pelapisan itu ialah keturunan dari klen-klen yang dianggap mempunyai sifat keaslian atau asas senioritet. Biasanya ada tiga lapisan sosial. Pada orang manggarai misalnya ada lapisan orang kraeng, lapisan orang ata ehe dan lapisan orang budak. Pada orang Ngada misalnya ada lapisan orang gae meze, lapisan orang gae kisa dan juga lapisan orang budak (azi ana).
Lapisan kraeng dan gae meze, adalah lapisan orang bangsawan yang secara khusus terbagi lagi dalam beberapa sub lapisan, tergantung kepada sifat keaslian dari klen-klen tertentu, yang dianggap secara historis atau menurut dongeng-dongeng mitodologi, telah menduduki suatu daerah tertentu lebih dahulu dari klen-klen yang lain. Demikian warga dari klen-klen yang berkuasa dalam dalu-dalu atau glaring-glarang, pada orang Manggarai, termasuk lapisan kraeng.
Lapisan ata leke dan gae kisa adalah lapisan orang biasa, bukan keturunan orang-orang senior. Orang ata leke biasanya bekerja sebagai petani, tukang-tukang atau pedagang, walau banyak dari orang bangsawan ada juga yang dalam kehidupan sehari-hari juga hanya menjadi saja. Lapisan budak, yang sekarang tentu sudah tidak ada lagi, adalah dulu

1. orang-orang yang ditangkap dalam peperanagn, baik dari sub suku bangsa sendiri, maupun dari suku bangsa lain atau pulau lain
2. kecuali itu orang-orang yang mempunyai hutang dan tidak mampu membayar lagi hutang mereka
3. dan akhirnya orang-orang yang dijatuhi hukuman untuk menjadi budak, karena pelanggaran adat.
Secara lahir perbedaan antara gaya hidup dari warga lapisan-lapisan sosial itu tidak ada, tetapi dalam sopan santun pergaulan antara mereka ada perbedaan, sedangkan para bangsawan pun mempunyai hak-hak tertentu dalam upacara-upacara adat.
Pada masa sekarang pendidikan sekolah telah menyebabakan timbulnya suatu lapisan sosial baru, yang terdiri dari orang-orang pegawai, guru, atau pendeta, sedangkan akhir-akhir ini ada pula beberapa putra flores dengan pendidikan universitas yang tergolong lapisan sosial yang baru itu. Di sini prinsip-prinsip stratifikasi sosial yang bersifat nasional, mulai mempengaruhi stratifikasi sosial di daerah.

Sistem kemasyarakatan masing-masing etnis di Flores pada dasarnya hampir sama, hanya beberapa hal saja dan istilahnya saja yang berbeda.

No comments:

Post a Comment