SOSIAL DAN BUDAYA KOTA BEKASI
A.
Latar BelakangBudaya Bekasi diibaratkan hidup segan mati tak mau. Yang harus dilakukan saat ini adalah menumbuhkan keyakinan untuk mampu bangkit. Harus punya keberanian. Dengan kata lain, tantangannya adalah harus memulai membangun jaringan komunikasi, baik dengan industri dan masyarakat. Untuk menjaga keutuhan budaya Bekasi, jika menggunakan melalui hak paten, dirasakan biayanya terlalu tinggi. Kalau bisa dengan peraturan daerah saja sudah cukup kuat untuk melindungi. Karena pemerintah daerah lain tidak bisa mengklaim lagi.
Kebudayaan Bekasi berkembang berdasar sikap masyakatnya yang terbuka, sehinga banyak pengaruh daerah lain masuk. Namun pengaruh Cirebonan cukup dominan. Persolaan lain yang perlu diantisipasi adalah adanya “ancaman” daerah lain ( Jakarta ) yang boleh jadi akan megklaim beberapa kesenian tradisi Bekasi sebagai bagian dari tradisinya. Ini sudah terjadi pada kesenian Topeng yang aslinya dari Tambun, tapi kini orang mengenalnya sebagai Topeng Betawi. Langkah selanjutnya, bisa lebih dipertajam. Misalnya menggunakan hak paten untuk melindungi cagar budaya Bekasi. Langkah ini diharapkan dapat mengikis kata-kata kuota dari Provinsi Jawa Barat bahwa Kota dan Kabupaten Bekasi hanya mendapat satu kuota cagar budaya. Pemberian kuota ini sangat mengecewakan karena, membuka pintu bagi daerah lain, seperti DKI Jakarta untuk mengklaim cagar budaya Bekasi. Dewan Kesenian bercita-cita bahwa kebudayaan harus menjadi oasenya, bukan jadi obyeknya.
Kota Bekasi yang disebut sebagai daerah penyeimbang ibukota Jakarta, saat ini telah banyak melakukan pembenahan. Pertumbuhan masyarakat yang berkembang pesat menjadi ukuran yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam tingkat kota/kabupaten, dimana perkembangan Kota Bekasi saat ini telah mengikuti irama perkembangan DKI Jakarta.
B.Kebudayaan Bekasi
Kebudayaan Bekasi akan punah kalau tidak dijaga. Minimal dengan mempublikasikannya dengan tulisan. Salah satu contoh ialah, pemerintah daerah Solo dan Banjarmasin yang sudah melakukannya. Tetapi, kita belum menemukan sebuah buku di Bekasi yang menggarap profil kebudayaan secara utuh. Mengharapkan ada penulis yang serius menggarap profil kebudayaan Bekasi. Nanti kemungkinan bisa dicetak oleh pemerintah daerah dan dapat dibagikan ke masyarakat secara gratis. DPRD respek dengan permasalahan kebudayaan Bekasi. Meminta dari pertemuan-pertemuan Komunitas Pangkalan Bambu, dibuatkan notulensi sehingga ada jejaknya. Selama ada keseriusan, ada pengkajian, dan mengajak anggota DPRD lainnya untuk juga membicarakan masalah kebudayaan Bekasi yang terancam punah. Dan juga adanya kesediaaan diri untuk membantu dengan memberikan komputer laptop untuk operasional. Minimal kegunaanya untuk membuat notulensi tiap kali ada pertemuan Komunitas Pangkalan Bambu.
C.Keragaman Budaya Masyarakat Kota Bekasi
Bekasi mengalami proses asimilasi dan akulturasi kebudayaan dari berbagai
daerah seperti Bali, Melayu, Bugis, dan Jawa. Pengaruh etnis tersebut tersebar
di wilayah Bekasi, antara lain :
1. Suku Sunda banyak bermukim
terutama di wilayah Lemahabang; Cibarusah, Setu sebagian Pebayuran dan sebagian
Pondik Gede.
2. Suku Jawa dan Banten banyak
bermukim di Kecamatan Sukatani dan sebagian Cabang Bungin.
3. Suku bangsa Melayu banyak
bermukim di Kecamatan Bekasi (daerah kota), Cilincing (sekarang masuk Jakarta),
Pondok Gede, Babelan, Tambun, Cikarang, Cabang Bungin, dan Setu.
4. Suku Bali terdapat di sebuah
kampung di Kecamatan Sukatani, bahkan sampai sekarang namanya masih Kampung
Bali.
keberadaan penduduk yang berasal dari berbagai etnis tersebut, telah
mempengaruhi pola hidup dan bahasa.
D. Adat istiadat masyarakat Bekasi
Walaupun Bekasi memiliki penduduk Non-Islam, namun kehidupan Islami
sangat kental dalam budaya masyarakat Bekasi. Sikap toleransi pun menjadi ciri
khas Kota Bekasi, bentuk toleransi tersebut diwujudkan dengan sikap konkrit
berupa keramahtamahan, misalnya:
a) gaya hidup sederhana, tidak
berlebihan
b) solidaritas dan gotong royong
c) mengamalkan asas mufakat untuk
pengambilan keputusan.
semua ini secara
langsung atau tidak terkait dengan nilai ketakwaan kepada Tuhan YME, termasuk
ajaran agama Islam (Suparlan, 1985).
Tradisi Pantangan dan Kuwalat
tradisi ini merupakan bentuk folklore, yang tidak diketahui siapa
pencipta dan asalnya, pantangan ini digunakan sebagai saran atau himbauan.
Diantaranya adalah :
a) dilarang membuang sampah ke
sungai, jka ada buaya yang memangsanya itu adalah kuwalat baginya karena telah
mencemarkan sungai.
b) untuk mencegah sepasang buaya
putih penunggu sungai marah, masyarakat Melayu Betawi "nyugu"
dengan membawa sesajen kembang tujuh rupa, telor ayam mentah, bekakak ayam, dan
nasi kuning.
c) tradisi menghormati sepasang
buaya putih, masih tercermin dalam adat perkawinan Melayu Betawi yang
mengharuskan dalam pinangan pihak mempelai laki-laki membawa sepasang roti
buaya.
d) sampah harus ditabun, maka nabun
atau membakar sampah merupakan kebiasaan orang Melayu Betawi dan menebang
pohon pun tidak boleh sembarangan, karena dalam pohon kayu yang besar terdapat
penunggu yang akan marah bila pohon kayu itu ditebang secara sembarangan.
kuwalat
dan ketulah sangat sulit dibedakan artinya. kuwalat atau kewalat berarti kena
walat. ketulah berarti kena tulah, walat dan tulah adalah kena bencana,
kesialan (istilaha bahasa Melayu-Betawi "sial dangkalan")
Dalam
sistem kepercayaan lama, kekuasan yang maha tinggi dipercaya adalah berupa para
dewa-dewa dan dewa-dewa itu mempunyai kepala dewa (dewa
tertinggi). Kebiasaan 'nyuguin' dan 'ngukup' adalah kebiasaan untuk
menghormati dewa-dewa. nyuguin (berupa sesajen dalam masyarakat Jawa) dan
diungkupin (yaitu dengan membakar kemenyan yang asap-asapnya dibawa ke setip
sudut rumah)
E. Sistem Kekerabatan
Sistem
kekerabatan yang berlaku di daerah Jawa, bahkan di masyarakat Bekasi menganut
sistem kekerabatan yang bersifat " Parental " atau "
Bilateral" yaitu menarik garis keturunan sendiri, artinya masyarakat
Bekasi apabila sudah berkeluarga cenderung menarik garis keturunan sendiri baik
dari pihak Ayah maupun dari pihak Ibu dan menetap terpisah dari orangtua
walaupun sering kali lokasinya berdekatan.
1. Kesenian Daerah BekasiSulit menetapkan kesenian Kola Bekasi. Pasalnya, warga Kota Bekasi saat percampuran antara budaya Betawi, Jakarta dan budaya Sunda, Jawa Barat. Pasalnya, kebanyakan warga Kota Bekasi berasal dari Jakarta. Sedangkan, daerah itu sendiri masuk Jawa Barat yang masuk teritorial tanah Sunda.
Tapi, nyatanya kesenian Kota Bekasi lebih dekat dengan kesenian khas Jakarta. Pasalnya, Budaya Betawi warga Kota Bekasi masih sangat dekat dengan budaya Betawi.
Sejak Kerajaan Pasundan, 2 Jawara Adu Kemahiran Silat, Kota Bekasi rajin menginventarisir kesenian asli daerahnya. Setelah kesenian Topeng, kini satu lagi kesenian khas Kota Patriot itu akan dipopulerkan. Yakni kesenian Ujungan.
Kesenian Ujungan yaitu kesenian dengan memukul betis dan tulang kering, dengan memanfaatkan lull aren, seorang pemain Ujungan langsung meloncat-loncat dengan bergaya lucu. Ditambah lagi dengan laga kocak pemain Ujangan ini membuat penonton terpingka-pingkal. Agar tidak terkena penonton, maka disiapkan sendiri arenanya. Sejak tumbuh di jamannya, permainan Ujungan ini sangat digemari warga Kota Bekasi. Karena, mereka sangat terhibur apabila ada pagelaran kesenian ini digelar
Meski ditenggelamkan jaman, namun permainan tradisional Kota Bekasi ini mendapatkan perhatian Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi untuk dijadikan kesenian khas Kota Bekasi. Bahkan, kesenian ini juga pernah dipertontonkan saat digelarnya pertunjukan kesenian antar daerah di Jawa Barat beberapa waktu lalu, (bersambung) sama dengan DKI Jakarta.
Ratusan tahun lalu, menurut para tokoh Bekasi yang kini masih hidup, permainan Ujungan dijadikan sebagai buhan canda. Salah satu tokoh seni Kota Bekasi, H.M Husin Ka-mali mengatakan Ujungan telah bermetamorfosa. Awalnya, Ujungan adalah permainan olahraga ketangkasan. Namun, dalam perjalanannya temyata difungsikan sebagai alat penghibur bagi masyarakat.
Kesenian selanjutnya yaitu berupa tari topeng Bekasi yang mana DKI Jakarta telah mengklaim tari Topeng Bekasi menjadi Tari Topeng Betawi.
2.Segi Bahasa
Bahasa Bekasi benar-benar khas dan tidak ada yang menyamainya. Bahkan bahasa yang lazim digunakan kebanyakan orang di Bekasi sangatlah unik. Bila diperhatikan, orang asli atau yang sudah lama tinggal di Bekasi akan berbicara dengan bahasa Sunda, atau terkadang hanya logatnya. Dengan membawa keaslian Sunda tersebut, Bekasi yang notabene adalah kota urban, terkena imbas budaya betawi yang begitu mudah masuk dan mempengaruhi nilai-nilai sosial, termasuk bahasa.
Seringkali orang Bekasi dapat dikenali ke-sunda-annya dari logat dan nada yang digunakan. Namun diksi dan kata-kata yang dipilih lebih mengarah ke bahasa Betawi. Sehingga dapat disimpulkan bahasa Bekasi adalah mixing antara Betawi dan Sunda yang membuat bahasanya lebih menarik dan asik untuk didengarkan.
Semua itu dapat dianggap sebagai sebuah nilai sosial yang bernilai tinggi, karena Bekasi telah memadukan bahasa Sunda yang klasik dan bahasa Betawi yang ekspresif menjadi bahasa Bekasi yang asik dan menyenangkan.
itu maka yang terjadi kemudian adlah tercipatanya kesenjangan sosial, karena untuk bisa bersaing dikalangan industri mereka harus memiliki persyaratan formil, sehingga akibat dari terjadinya kesenjangan sosial ini maka kemudian munculnya tingkat kriminalitas akibat kalah persaingan.
No comments:
Post a Comment